Anggota DPRI RI Sosialisasi UU TPKS di STEI Al-Ishlah, Mahasiswa Berhak Mendapat Perlindungan dari Kekerasan

CIREBON – (20/07/2022) Anggota Komisi IX DPR RI Dr. Hj. Netty Prasetiyani Heryawan, M.Si gelar Sosialisasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di AULA Kampus STEI Al-Ishlah Cirebon Desa Bobos Kec. Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.

Terjadinya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan beberapa waktu terakhir, menimbulkan kekhawatiran banyaknya kasus yang belum terungkap. Pemerintah pun diminta menindaklanjuti pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya.

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani. Dia mengaku, khawatir munculnya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan belakangan ini merupakan fenomena gunung es yang menimpa peserta didik.

Ketua STEI Al-Ishlah Cirebon Dr. Achmad Kholiq, MA sangat mengapresisasi dan menyambut positif adanya sosialisasi TPKS dikampus STEI Al-Ishlah Cirebon. Ia mengatakan, ini merupakan ilmu penting untuk kita bersama-sama bagaimana menjaga adab dan akhlak dan Undang-undang ini sebagai bentuk komitmen negara dalam memberikan jaminan hak asasi manusia secara menyeluruh, khususnya dari kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan ,”Ujar Achmad

“Saya khawatir ini menjadi indikator fenomena gunung es, kasus sebenarnya jauh lebih banyak. Kondisi ini tentu menodai lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan jati diri dan karakter anak bangsa,” kata Netty

Menurut Nya, peserta didik berhak mendapatkan lingkungan yang aman dan terlindungi dari kekerasan. Mereka juga berhak jauh dari ancaman bahaya. “Mereka berpeluang mengisi pos-pos penting di masyarakat maupun negara di masa depan. Bagaimana nasib mereka jika mengalami kejahatan seksual dalam masa pendidikannya,” ucap Netty. 

Netty menambahkan, salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan adalah karena pelaku merasa memiliki kekuasaan. Pelaku juga merasa berhak berlaku sewenang-wenang pada peserta didik.

“Kekuasaan pelaku akhirnya membuat korban tidak berdaya dan takut melapor,” tegas Netty.

Untuk mencegah kasus TPKS, Netty pun meminta, kepada pemerintah agar menindaklanjuti pengesahan UU TPKS dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya. Dia menilai, payung hukum berupa undang-undang saja tidak cukup. “Diperlukan respon institusi pendidikan untuk membuat regulasi turunan, termasuk mekanisme preventif dan perlindungannya,” ujarnya. 

Netty mengungkapkan, jika terjadi kasus TPKS, maka institusi pendidikan harus bergerak cepat merespon, melindungi korban dan membantu proses pelaporan. “Jangan malah ditutup-tutupi,” tukas Netty. 

Sementara itu, terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan ternama di Jawa Timur, yang melibatkan tokoh lembaga tersebut, Netty meminta, pihak kepolisian melakukan upaya terbaik untuk mengungkap kebenarannya. Dia menyatakan, kasus itu sudah lama terjadi dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Penyelesaian kasus sesuai hukum secara adil dan transparan akan menjadi momentum penegakan hukum TPKS. 

“Indonesia harus memastikan menjadi negara yang bermartabat dengan adanya perlindungan terhadap perempuan, anak-anak dan semua warga negara dari segala bentuk perilaku kejahatan seksual,” tandas Netty. 

Tinggalkan Balasan